Monday, August 1, 2011

Mutiara Bunda adalah Takdir Allah Bagiku.

Tiga minggu lalu aku diterima sebagai guru fisika di sekolah ini. Ya, sekolah Mutiara Bunda. Sekolahan ini lebih mirip tempat pengasingan karena letaknya benar-benar terpencil dari hingar-bingar kota Bandung. Perjalanan ke arah sekolah ini pun harus melewati kompleks penjara wanita Sukamiskin, Arcamanik. Jika tak punya kendaraan pribadi, untuk menjangkau lokasi ini mesti memanggil si abang ojek. Entah mengapa dahulu aku memilih untuk melamar di sekolahan ini. Padahal dengan titelku sekarang, sebagai Master of Electrical Engineering, alumni ITB pula aku bisa mendapat pekerjaan yang lebih baik dengan salary setidaknya enam digit dengan main number di atas angka lima.

Wallahualam, dan aku tak berminat untuk mencari penggantinya, aku merasa ada sesuatu yang harus kuselesaikan di sekolah ini. Dan akhirnya aku memutuskan untuk menandatangani kontrak mengajar setahun, part time 3 hari di sekolahan, selebihnya 2 hari ku alokasikan untuk mengajar di Universitas Sangga Buana PHH Mustofa, karena aku tak ingin kehilangan kesempatan untuk menjadi dosen hanya karena waktuku 5 hari kerja tergadai di sekolah ini. Bukan masalah ikhlas tak ikhlas kawan, tapi lebih karena aku punya mimpi yang lebih besar, mengemban amanah Guruku Pak Komarudin yang sudah membukakan jalan bagiku untuk menjadi master dan harapannya agar aku punya masa depan lebih cerah serta dapat berbagi ilmu nanti di tanah Lampung, tanah kelahiranku.

Mutiara Bunda ini adalah sekolah inklusif, menerapkan sistem belajar Active Learning dan membangun suasana belajar sekolah yang nyaman senyaman di rumah. Murid dapat belajar di kelas, di teras, di halaman, sambil bermain petak umpet, atau bernyanyi bersama. Keistimewaan sekolah ini adalah ada beberapa muridnya terkategori Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang dididik bersama dengan anak-anak normal lain di kelas yang sama. Hari pertama di sekolah, aku merasa khawatir bagaimana jika nanti aku salah memperlakukan ABK ini karena aku tak mengenali mereka. Aku cari info sebanyak-banyaknya siapa saja yang termasuk ABK yang nantinya akan secara langsung kuajar fisika, aku khawatir sedikit saja membingungkan mereka dapat membawa dampak buruk bagi semua di kelas. Ternyata mereka menyenangkan. Malah seringkali aku dibuat tertawa dengan tingkah mereka yang lugu. Aku jadi sering mensyukuri keadaanku saat ini. Aku terlahir normal dan mampu memandirikan diriku sendiri. Terbayang betapa beratnya menjadi orang tua mereka. 

Tenggorokanku jadi sering tercekat saat menatap mereka bermain, ingin rasanya menangis bersama mereka. Aku ingin menyembuhkan mereka, seandainya aku punya daya lebih. Aku ingin mereka merasakan sakit, agar berhenti menjatuhkan diri dan berguling-guling di lantai menyakiti diri sendiri. Aku ingin mereka dapat menyusun kata-kata, agar tak perlu berteriak ketika marah. Aku ingin mereka 'tersadar' agar dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk bagi diri mereka sendiri. Mereka amanah Allah, dan sekolah ini begitu mulia karena bersedia menampung mereka dan berusaha mendidik mereka. Terpujilah para guru yang rela meninggalkan putra/i mereka di rumah demi untuk menjaga ABK ini di sekolahan. Subhanallah, mereka benar-benar penyabar. Sering kali di pojok jendela lab science, dari meja kerjaku ku tangkap wajah-wajah letih para guru pendamping ABK ini, dan aku bersyukur, betapa Allah telah menempatkan aku sesuai kemampuanku, Allah pasti lebih tahu bahwa aku belum punya kapasitas sabar sebesar Bapak/Ibu pendamping ABK ini.

Yang membuatku letih hanya karena perjalanan dari tempat kos ku di Taman Sari menuju Arcamanik ini luar biasa menyita waktu karena harus kutempuh dengan jalan kaki, naik angkot, terjebak macet, pindah angkot, menyeberang jalan yang padat, jalan kaki lagi atau ngojek, dan itu memakan waktu 1 jam sendiri. Aku sebenarnya letih kawan, 2 jam kuhabiskan di jalanan pulang-pergi. Seringkali aku jatuh sakit karena kelelahan ini, berjalan kaki jauh-jauh, dengan memikul ransel berisi buku fisika yang ampun-ampun tebalnya dan sebuah laptop yang juga berat. Punggung ini semakin ngilu. Kadang juga terserang diare parah karena stres dikejar waktu dan harus terus-terusan belajar mempersiapkan materi untuk diajarkan esok harinya, dan juga stres karena aku termasuk takut menyebrang jalan raya. Tapi begitu memasuki kelas, semua rasa sakit itu hilang, aku mendadak bersemangat tak merasa kepayahan sedikitpun. Aku merasa murid-murid ini adalah canduku. Aku merasa ada yang hilang jika tak menatap mereka dan melemahlah energiku.

Sekolah ini juga cukup kuat konsep pendidikan Islaminya. Tiap pagi dilakukan duha bersama, dilanjutkan dengan morning talk. Awalnya aku canggung saat mereka mencium tanganku. Aku tak biasa begitu, tapi akhirnya aku memahami ini, aku merasa makin luluh ketika mereka menyalamiku. Tinggi badanku rata-rata sama dengan mereka, tapi mereka menaruh penghargaan padaku dan guru lainnya. Itu bentuk penghormatan mereka dan dengan itulah ikatan batin kami terjalin. Aku tak pernah berpengalaman sebelumnya mengajar murid dalam skala kelas seperti ini, tapi kini aku harus bisa.Setidaknya ini takdir yang harus ku selesaikan satu tahun ke depan. Mereka adalah pilot project-ku. Aku mesti bisa menanamkan kecintaan pada fisika tanpa perlu menakut-nakuti mereka. Aku juga mesti bisa menarik sebanyak-banyak hikmah dari tiap hariku bersama mereka. Man Jadda Wa Jadda, InsyaAllah!

7 comments:

  1. Yeaaay, bu Eni rela berjuang demi kitaaaa... Semangat menyeberang jalaaan!!

    ReplyDelete
  2. Mayang, Kiki... Sebenernya bukan itu intinya dinda.... Tapi ya nyebrang jalan itu mmg fear factor bt ibu :) Makanya kmu yang rajin ya biar ibu gak rugi nyebrang jalannya (lho kok...) hehehe...

    ReplyDelete
  3. Hooo...
    So inspiring..
    Mutbun kan sklh satu swasta yg terkenal dbandung timur, salary untuk guru dstu kisaranny brp mbak?

    ReplyDelete
  4. Hooo...
    So inspiring..
    Mutbun kan sklh satu swasta yg terkenal dbandung timur, salary untuk guru dstu kisaranny brp mbak?

    ReplyDelete
  5. ibu Dwi, saya asmara mahasiswa semester akhir di UIN Bandung yg ingin melakukan penelitian ttg teacher feedback. Boleh tidak saya minya nomor ibu yg bisa dihubungi? atau alamat email. terima kasih sebelumnya. salam kenal :))

    ReplyDelete
  6. Maju terus neng..demi anak2 bngsa

    ReplyDelete